Senin, 22 November 2010

TOPIK IX : SUB TOPIK : CRITICAL LEGAL STUDIES


Critical legal studies

Terdapat 3 tradisi pemikiran CLS yaitu di Jerman , Inggris dan Amerika Serikat . Di AS , CLS lahir sekitar tahun 1977 dalam pertemuan di Madison , penggagasnya adalah para akademisi pejuang hak-hak sipil aktivis anti perang Vietnam , ilmuwan yang tertarik pada kritik marxis atas struktur social , dan juga para praktisi hukum di bidang advokasi public . Tradisi di  Amerika berpendapat bahwa hukum hanyalah sebagai suatu legitimasi kepentingan kelas tertentu ( elite) .
Menurut Roberto Unger , terjadi pergeseran prinsip bernegara dari liberal klasik (abad 19) menjadi pasca liberal korporasi (abad 20) . penyebab pergeseran ini karena terdapat kekecewaan terhadap pemikiran kaum kanan dan kiri . Sehingga hukum memainkan peranyang berbeda karena jumlah peraturan dan praktisi semakin anyak , Negaranya semakin intervensionis , dan hakim menerapkan standar terbuka dalam member makna sehingga lembaga peradilan mulai menyerupai lembaga administrative dan lembaga politik .
Dasar berpikir CLS adalah melihat hukum merupakan sebuah produk politik , aturan hukum merupakan aturan politik , yang ada hanyalah the political rules , politik terkait dengan kekuasaan , sehingga aturan hukum merupakan aturan dari siapa yang berkuasa . CLS menentang 2 tradisi positivism hukum , yaitu rule of law dan legal reasoning . menurutnya hukum itu tidak mungkin equal karena ada hierarki kekuasaan dalam masyarakat .
Kritik filsafati dari CLS adalah kritik terhadap pandangan kaum liberal yaitu kritik terhadap hak yang menyatakan bahwa hak bagi kaum liberal hanya menguntungkan pihak tertentu . Kritik terhadap pendidikan hukum , menurutnya pendidikan hukum oleh kaum liberal hanya sebagai pelatihan ideology demi kepentingan dunia usaha dan pemerintah semata.
Tujuan CLS adalah sebagai suatu upaya mengembangkan alternative pendekatan yang radikal terhadap hukum dan ekonomi yang mengakui dan memproses kontradiksi-kontradiksi bermuatan politis ke dalam ketertiban .
REFLEKSI
Tangapan kami teradap rangkuman diatas adalah bahwa menurut kami CLS tersebut adalah berguna  . gunanya adalah untuk terus tetap mengkritisi perkembangan hukum dalam suatu Negara , contohnya dalam Negara Indonesia , CLS dibutuhkan untuk mengkritisi apa yang terjadi dalam Negara ini , karena memang terdapat fakta-fakta yang terjadi bahwa hukum di Negara ini sudah mulai banyak dipertanyakan . contohya saja seperti bahwa semua orang sama di hadapan hukum , tapi hal tersebut mulai dipertanyakan bahkan dikritik , apakah benar semua orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum ? Karena ternyata seorang terpidana kasus korupsi hidup lebih nyaman di penjaranya daripada seorang terpidana kasus pencurian biasa , padahal apabila dikaji kembali koruptor lebih banyak menyengsarakan orang lain . Dari contoh tersebut tenyata terbukti bahwa masih ada pembedaan perlakuan oleh hukum terhadap orang-orang tertentu .
DISKUSI
Lalu apa fungsi yang sebenanya terhadap adanya CLS ini ? apakah hanya sebagai pengkritik saja terhadap hukum  ?

TOPIK IX : REALISME HUKUM


PERKULIAHAN KE 09
REALISME HUKUM (LEGAL REALISM/ REALISTIC JURISPRUDENCE)

        Realisme hukum adalah aliran yang tidak menyetujui adanya preseden (adanya ikatan antara putusan hakim dengan putusan hakim sebelumnya dalam menangani sebuah masalah yang serupa). Tidak menggunakan sumber hukum secara formil, melainkan menggunakan prilaku pelaku sosial yang nyata terjadi untuk menghakimi suatu kasus. Sehingga aliran ini secara otomatis tidak mempercayai kepastian hukum yang hanya mementingkan seberapa prediktibelnya suatu hukum.

REALISME HUKUM MUNCUL KARENA
·         Adanya gerakan-gerakan untuk menguji nilai-nilai tradisional yang ada pada tahun 1920 (contoh : adanya anggapan yang mengatakan bahwa raja yang baik itu pastilah adil, dan anggapan yang dipercayai oleh masyarakat tersebut ternyata adalah salah);
·         Munculnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi sebagai salah satu contohnya;
·         Banyanya disparitas putusan-putusan. Sehingga munculnya ketidakpercayaan terhadap hukum diatas kertas, dan menumbuhkan rasa kepercayaan kepada hukum yang berdasarkan fakta yang real.
Tokoh- tokohnya diantaranya adalah Karl Llewellyn dan Jerome frank
9 point of departure from common to realis (Llewellyn)
·         Bahwa hukum tidak stabil (momentary), namun terus bergerak;
·         Bahwa konsepsi hukum selalu tentang masyarakat, sehingga hukum harus bermanfaat bagi masyarakat (social end);
·         Hukum bergerak lebih lambat dari masyarakat ;
·         Hukum adalah tumpul karena tidak dapat menyentuh orang-orang yang memiliki harta
Pendapat ini kembali dikerucutkan kedalam  4 hal terpenting :
·         Realisme bertolak belakang dengan formal law
·         Hukum bergerak dan dibuat oleh hakim
·         Hukum adalah demi kepentingan masyarakat
·         Hakim adalah manusia biasa

Aliran realisme dibagi kedalam beberapa bagian :
·         Amerika, yang lebih ke perilaku (behavior orientation) : - rule skeptics
                                                                                          - fact sceptics
·         Skandinavia, lebih ke analisis system hukum

Refleksi :
Sebenarnya realisme hukum muncul karena adanya keputusasaan yang dirasakan oleh masyarakat atas ketidakmampuan hukum yang ada untuk menjawab segala rasa keadilan yang diperlukan oleh masyarakat. Banyaknya disparitas putusan serta tumpulnya hukum yang tidak mampu menjangkau orang yang memiliki harta melimpah menyebabkan masyarakat menolak adanya hukum secara formil yang menggeneralisirkan setiap kasus yang ada. Realisme hukum menolak adanya preseden dan hal ini adalah pemikiran yang wajar karena disertai dengan alasan-alasan yang kuat.

Diskusi :
·         Apakah memang ukuran prediktibelnya suatu perkara atau dapat dikatakan sebagai kepastian hukum adalah memang tidak terlalu diperlukan sesuai yang dikatakan oleh realisme hukum?
·         Sejauh apakah pandangan hakim di pengadilan dapat menjawab segala kasus yang ada secara seefektif mungkin jika tanpa didampingi sumber hukum secara formil?

TOPIK VIII : SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE


SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE

        Aliran sociological jurisprudence ini menganut asas similias similibus yang berarti kasus sama diperlakukan sama pula. Dalam arti aliran ini menganut preseden atau yang berarti adanya keterikatan hakim didalam memutus perkara yang serupa dengan perkara sebelumnya dan telah diputus.
       
Pendekatan sosiologis terhadap hukum

·         Structural – Functional Approach, masyarakat adalah suatu sistem yang memiliki hubungan yang saling mempengaruhi secara timbal balik. Sehingga apabila adanya ketegangan yang muncul maka akan diatasi melalui penyeseuaian secara gradual.
·         Conflict Approach, masyarakat selalu menghadapi proses perubahan yang tidak pernah berhenti dan selalu menimbulkan konflik sebagai gejala yang melekat dalam perubahan sosial tersebut. Setiap unsur dalam masyarakat member sumbangan bagi terjadinya perubahan sosial, termasuk disintegrasi sosial.

Tokoh :
·         C Langdell. Menyatakan bahwa ilmu hukum termasuk kelompok ilmu pasti yang bekerja atas dasar hubungan sebab akibat.
·         Rascoe pound. Menentang C Langdell dan menyatakan bahwa hukum merupakan sarana control sosial khusus yang dapat diefektifkan dalam proses yudisial dan administratif. Serta hukum memiliki tugas sebagai social engineering atau rekayasa sosial. Hukum didalam konsep hukum sebagai rekayasa sosial sebagian besar berupa hukum yang dibuat oleh hakim (judge-made-law). Disini Pound tidak mengabaikan Undang-undang, namun ia menganjurkan agar Undang-undang dibentuk untuk lebih melindungi hak-hak sosial.

Social Jurisprudence tidaklah sama dengan sosiologi hukum. Yang mana social Jurisprudence adalah cabang dari filsafat hukum yang dengan dasar disiplin ilmu memandang disiplin sosiologi, sedangkan sosiologi hukum sebagai cabang dari sosiologi secara sebaliknya yang memandang disiplin hukum melalui disiplin sosiologi.


Lalu terkait dengan  pengaruhnya terhadap sistem hukum di Indonesia, mengakibatkan lahirnya teori hukum pembangunan. Teori ini mengaitkan hukum sebagai social engineering dengan pembangunan nasional negara Indonesia.

Refleksi :
Didalam Sociological Jurisprudence hukum berfungsi selain sebagai pengendalian sosial (social control) dan penyelesaian sengketa (dispute settlement) hukum pun  dianggap sebagai media yang berguna untuk merekayasa sosial.  Namun hukum yang dianggap disini sebagian besar adalah hukum yang dibuat oleh hakim, berbeda dengan yang terjadi di Indonesia yang menganggap hukum sebagai Undang-undang. Namun bukan berarti mengabaikan Undang-undang sama sekali. Rasco pound mengganggap tugas negara hanya sejauh melindungi hak, baik hak individu, umum ataupun sosial

Diskusi :
·         Apakah  hukum sebagai Social Engineering dapat diterapkan di Indonesia untuk menjaga ketertiban, kepastian serta keadilan hukum dan menopang pembangunan nasional? Sedangkan hukum yang dimaksud oleh Pound hukum sebagai Social Engineering adalah Judge-Made-Law sedangkan sumber hukum di Indonesia adalah Undang-undang.

TOPIK VII : MAZHAB SEJARAH


Mazhab sejarah
Von Savigny berpendapat bahwa tidak ada manusia-individu, yang ada adalah manusia-sosial. Hukum sangat terkait atas perkembangan sosial masyarakat tersebut. Sejarah yang terjadi dahulu sangat mempengaruhi keadaan masyarakat saat ini. Gambaran keadaan masyarakat yang digambar melalui perilaki-perilaku masyarakt menggambarkan jiwa bangsa masyrakat tersebut. Jiwa bangsa ini terus dipelihara melalui keyakian mendalam atas jiwa bangsa itu, dengan bantuan unsur politik dan unsur pegolahan teknisnya,
            Hukum tidak dibuat tapi tumbuh bersama manusia atau tumbuh alami, kata alami ini didasari atas sesuatu yang telah terbentuk atau telah ada. Hukum berasal dari masyarakt jadi dika terdapat banyak masyarakat berati banyak hukum.
            Kebiasaan menjadi sumber hukum yang penting dalam aliran ini, fakta yang berulang-ulang akan menjadi keterikatan sehingga hukum dibiarkan mengalir mengikiti kehidupan masyarakat. Dalam hal ini menurut kami jika ajaran ini diterapkan sepenuhnya di Indonesia berarti yang menjadi sumber hukum penting dan utama bagi masyarakat adalah Hukum adat, bagaimana dengan nasib hukum negara. Hukum Adat memang dengan jelas sangat menggambarkan keadaan masyarakat adat yang bersangkutan namun bagaimana jika keadaan negara dimana negara tersebut memiliki kelompok suku yang banyak dan beraneka ragam dan memiliki hukum adatnya sendiri-sendiri. Hal tersebut sangat bertentangan dengan kepastian hukum. Sumber hukum yang banyak yaitu hukum adat yang banyak dan beraneka ragam tersebut akan menyebabkan kesulitan dan upaya penegakan hukum yang ada. Adanya hukum negara atau hukum nasional dapat mebantu setiap pengakan hukum yang harus dilakukan, produk-produk hukum yang mengakomodir esistensi hukum adat dapat membantu pelaksanaan produk hukum tersebut sehingga tidak bertentangan dengan hukum adat masyarakat yang masih berlaku hingga saat ini.
            Pendapat bahwa Hukum harus menggambarkan jiwa bangsa dapat kita simpulkan juaga bahwa produk hukum yang ada harus selalu mengikuti masyarakat, bagaimana mungkin suatu produk hukum akan selalu realtime mengikuti perkembangan masyarakat yang berkembang begitu pesat. Produk hukum yang dikeluarkan oleh negara hanya mungkin mengikuti perkembangan masyrakat pada saat tertenttu saja dan ketika pekembangan masyarakt sudah bergerak jauh meninggalkan eksistensi produk hukum yang ada maka akan muncul pendapat bahwa produk hukum kita banyak yang ketinggalan jaman, namun hal tersebut belum tentu benar, bisa saja perkembangan masyarakat yang terlalu cepatlah yang terlalu sulit dikuti oleh hukum.

TOPIK VI : UTILITARIANISME


Utilitarianisme
Dasar pemikiran penting dari aliran ini adalah apa yang berguna bagi manusia pada umumnya, artinya bahwa hukum yang baik adalah hukum yang memberikan kemanfaatan tentunya bagi semua orang. Negara selalu dituntut bahwa setiap tindakan yang dilakukan menghasilkan kemanfaatan bagi rakyatnya atau minimal untuk sebanyak mungkin orang.
            Moralitas dari ajaran ini sangat mengutamakan  bahwa kepentingan keseluruhan di atas kepentingan pribadi, akibat yang baik yang diutamakan dalam ajaran ini. Arti akibat yaitu keuntungan atau kemanfaatn yang diperoleh bagi kemanusiaan seluruhnya.
Jeremy Bentham tokoh penting dalam ajaran ini mengatakan bahwa “the greatest happinest of the greatest number”, ungkapan tersebut dapat kita maknai bahwa kebehagian terbesar untuk kebanyakan orang. Dalam hal ini berarti ada sekelompok kecil orang tidak merasakan kebahagiaan atau cenderung merasa dirugikan, Menurut pemikiran kami bahwa apakah mungkin sekelompok kecil tersebut adalah orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi, para pemegang kekuasaan atau para pelaku-pelaku di sektor ekonomi tertentu dapat menjadi “the little number” dalam ungkapan yang dikemukakan Jeremmy Bentham ini, jika ajaran diterapkan sangat murni apakah mungkin hal tersebut bisa terjadi, disini muncul pertanyaan bahwa apakah kebahagian tersebut adalah menurut masyarakat pada umumnya atau kebahagiaan tersebut adalah merupakan apa yang baik bagi masyarakat menurut para penguasa, hal tersebut sangat penting ditelaah lebih jauh lagi.
Dalam semua produk hukum yang dibuat untuk masyarakat, tolak ukur kebergunaan atau kemanfaatan yang ingin dicapai cukup sulit untuk mengetahuai sejauh mana kemanfaatan tersebut tercapai karena untuk mengukur kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat sangatlah subjektif untuk diukur dan diketahui.
Utilitariatnism is most appropriate for policy decisions, as long as a strong notion of fundamental human rights guarantees that it will not violate rights of small minorities